MAKALAH INFAQ

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

           Pada dasarnya, pengaturan urusan kehidupan dan hubungan sosial manusia tidak akan benar, menurut timbangan keadilan Tuhan dan logika manusia, apabila tidak disertai dengan akidah yang benar, etika yang kukuh dan prinsip-prinsip serta hukum-hukum yang komprehensif yang dapat mengatur seseorang, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan, keluarga dan masyarakat luas yang teratur dibawah kekuasaan negara.

       Dalam kita berhubungan sosial dengan manusia, ada salah satu ibadah yang memang erat hubungannya dengan manusia sekaligus berhubungan dengan Tuhan. Ibadah tersebut adalah zakat. Zakat merupakan salah satu rukun islam ke tiga yang diwajibkan kepada setiap muslim. Zakat infaq dan shadaqah merupakan salah satu topic selalu menarik untuk dikaji dan didiskusikan. Karena zakat, infaq, dan shadaqah dalam peranannya memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengentasan kemiskinan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah infak itu ?

2. Apa Hukum yang terkait dengan infak ?

3. Apa saja Bentuk - bentuk Infak?

4. Hikmah apa saja yang dapat kita peroleh dengan berInfak?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian infak

2. Untuk mengetahui Hukum yang terkait dengan infak

3. Untuk mengetahui Bentuk - bentuk infak

4. Untuk mengetahui Hikmah apa saja yang kita peroleh dengan berinfak



BAB II
PEMBAHASAN

A. Infaq

       Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan / penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.

    Ada pula pendapat yang mengatakan, secara bahasa Infaq bermakna : keterputusan dan kelenyapan, dari sisi leksikal infaq bermakna : mengorbankan harta dan semacamnya dalam hal kebaikan. Dengan demikian, kalau kedua makna ini di gabungkan maka dapat dipahami bahwa harta yang dikorbankan atau didermakan pada kebaikan itulah yang mengalami keterputusan atau lenyap dari kepemilikan orang yang mengorbankannya.

        Berdasarkan pengertian di atas, maka setiap pengorbanan (pembelanjaan) harta dan semacamnya pada kebaikan disebut al-infaq. Dalam infaq tidak di tetapkan bentuk dan waktunya, demikian pula dengan besar atau kecil jumlahnya. Tetapi infaq biasanya identik dengan harta atau sesuatu yang memiliki nilai barang yang di korbankan. Infaq adalah jenis kebaikan yang bersifat umum, berbeda dengan zakat. Jika seseorang ber-infaq, maka kebaikan akan kembali pada dirinya, tetapi jika ia tidak melakukan hal itu, maka tidak akan jatuh kepada dosa, sebagaimana orang yang telah memenuhi syarat untuk berzakat, tetapi ia tidak melaksanakannya.

      Salah satu kegiatan berinfak di kota bontang untuk pembangunan masjid&gedung sekolah "DHBS Daarul Hikmah Boarding School" Bontang 

        Alhamdulillah sekarang sudah memiliki satu buah gedung, dan dipakai untuk keperluan Asrama, kelas, perpustakaan dan kantor, dan memiliki satu masjid yang masih setengah jadi, lapangan olahraga outdoor juga belum jadi, memberi kesempatan bagi anda yang mau menambah pahalanya dengan membantu pembangunan sekolah boarding yang satu-satunya berada di bontang ini. 

       Daarul Hikmah Boarding School bukan hanya sekedar sekolah tetapi sebagai solusi ummat untuk menghadapi masa depan yang gemilang. infakkan harta anda sedikit sebagai amal jariyah dan penolong kita di hari kiamat nanti.

       Berikut ini kami sajikan beberapa ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan Infak, bacalah berulang-ulang dengan tenang dan penuh keimanan serta renungkanlah, Insya Allah mata hati kita dibukakan untuk ringan berinfak di jalan-Nya.

Perintah berinfaq dari harta yang baik-baik

267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian da

B. Dasar Hukum Infaq

          Islam telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau membelanjakan harta. Allah dalam firman-Nya begitupula Rasul SAW dalam Sabdanya mmerintahkan agara menginfakkan (membelanjakan) harta yang di miliki. Begitu pula membelanjakan harta untuk dirinya sendiri seperti dalam Al-Qur’an Surat At-Taghabun : 16. 

         Adapun dasar hukum infaq telah banyak dijelasakan dalam Al-Qur’an, seprti dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat (51): 19 


وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقُّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُومِ


        “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. Selain itu dalam QS. Ali Imran(3): 134 

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِي

      “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” 

     Berdasarkan firman Allah di atas bahwa Infaq tidak mengenal nishab seperti zakat. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit. Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infaq boleh diberikan kepada siapapun juga, misalkan untuk kedua orang tua, anak yatim, anak asuh dan sebagainya. Dalam QS. Al Baqaah(2): 215 dijelaskan sebagai berikut : 

يَسْئَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلْ مَآأَنفَقْتُم مِّن خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَاْلأَقْرِبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنَ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمُُ

       “ Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.” 

C. Harta yang paling utama dalam infak

         Aplikasi dari Infaq Wajib yaitu Mengeluarkan harta untuk perkara wajib seperti 

a. Membayar mahar (maskawin)

b. Menafkahi istri 

c. Menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah


D. . Hadist – Hadist mengenai Infak

      Anjuran Sedekah dari Hasil Usaha Yang Baik


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ

      Artinya: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata,: Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah bersabda:

      "Barangsiapa yang bershadaqah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kananNya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung".(Bukhari: 1321)

·    Anjuran Bersedekah Sebelum Ditolak


حَدَّثَنَا مَعْبَدُ بْنُ خَالِدٍ قَالَ سَمِعْتُ حَارِثَةَ بْنَ وَهْبٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ تَصَدَّقُوا فَإِنَّهُ يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ يَمْشِي الرَّجُلُ بِصَدَقَتِهِ فَلَا يَجِدُ مَنْ يَقْبَلُهَا يَقُولُ الرَّجُلُ لَوْ جِئْتَ بِهَا بِالْأَمْسِ لَقَبِلْتُهَا فَأَمَّا الْيَوْمَ فَلَا حَاجَةَ لِي بِهَا

        Artinya: telah menceritakan kepada kami Ma'bad bin Khalid berkata; ku mendengar Haritsah bin Wahab berkata; Aku mendengar Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Bershadaqalah, karena nanti akan datang kepada kalian suatu zaman yang ketika itu seseorang berkeliling dengan membawashadaqahnya namun dia tidak mendapatkan seorangpun yang menerimanya. Lalu seseorang berkata,: "Seandainya kamu datang membawanya kemarin pasti aku akan terima. Adapun hari ini aku tidak membutuhkannya lagi". (Bukhari: 1322)

     Keutamaan Bersedekah dalam Keadaan Kikir dan Sehat

حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلَا تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ

       Artinya: telah menceritakan kepada kami Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata,: "Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam dan berkata,: "Wahai Rasulullah, shadaqah apakah yang paling besar pahalanya?". Beliau menjawab: "Kamu bershadaqah ketika kamu dalam keadaan sehat dan kikir, takut menjadi faqir dan berangan-angan jadi orang kaya. Maka janganlah kamu menunda-nundanya hingga tiba ketika nyawamu berada di tenggorakanmu. Lalu kamu berkata, si fulan begini (punya ini) dan si fulan begini. Padahal harta itu milik si fulan".(Bukhari: 1330)

       Shadaqah Dapat Mencegah Perbuatan Tercela

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى سَارِقٍ وَعَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ أَمَّا صَدَقَتُكَ عَلَى سَارِقٍ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعِفَّ عَنْ سَرِقَتِهِ وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ عَنْ زِنَاهَا وَأَمَّا الْغَنِيُّ فَلَعَلَّهُ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ

     Artinya: dari Abu Hurairah radliallahu'anhu; Rasulullah Shallallahu 'alaihiwasallam berkata,: "Ada seorang laki-laki berkata,: Aku pasti akan bershadaqah. Lalu dia keluar dengan membawa shadaqahnya dan ternyata jatuh ke tangan seorang pencuri. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan shadaqahnya kepada seorang pencuri. Mendengar hal itu orang itu berkata,: "Ya Allah segala puji bagiMu, aku pasti akan bershadaqah lagi". Kemudian dia keluar dengan membawa shadaqahnya lalu ternyata jatuh ke tangan seorang pezina. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia tadi malam memberikan shadaqahnya kepada seorang pezina. Maka orang itu berkata, lagi: Ya Allah segala puji bagiMu, (ternyata shadaqahku jatuh) kepada seorang pezina, aku pasti akan bershadaqah lagi. Kemudian dia keluar lagi dengan membawa shadaqahnya lalu ternyata jatuh ke tangan seorang yang kaya. Keesokan paginya orang-orang kembali ramai membicarakan bahwa dia memberikan shadaqahnya kepada seorang yang kaya. Maka orang itu berkata,: Ya Allah segala puji bagiMu, (ternyata shadaqahku jatuh) kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya. Setelah itu orang tadi bermimpi dan dikatakan padanya: "Adapun shadaqah kamu kepada pencuri, mudah-mudahan dapat mencegah si pencuri dari perbuatannya, sedangkan shadaqah kamu kepada pezina, mudah-mudahan dapat mencegahnya berbuat zina kembali dan shadaqah kamu kepada orang yang kaya mudah-mudahan dapat memberikan

E. Infak Yang tidak di perbolehkan

     Tidak boleh memberikan sedekah kepada orang yang sanggup untuk bekerja karena Allah berfirman لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ. Oleh karena itu, harus selektif dalam memberikan sedekah, karena sedekah tidak diberikan kepada mereka yang malas bekerja kemudian mencari jalan pintas dengan meminta-minta.

      Anehnya, di negara kita ini banyak orang yang justru enjoy berprofesi sebagai peminta-minta karena malas dan ajaibnya hasil yang diperoleh dari hasil mengemis itu bisa lebih besar dari penghasilan seorang karyawan atau pegawai negeri. Anggaplah mereka fakir harta, tapi mereka bukanlah fakir dari segi fisik. Artinya, mereka itu pada dasarnya sanggup untuk bekerja namun lebih memilih menjadi peminta-minta.

     Alhamdulillah, kami melihat sudah ada gerakan nyata untuk mengatasi hal tersebut di daerah seperti di Yogyakarta terdapat gerakan yang menyerukan kepada masyarakat bahwa peduli kepada peminta-minta bukanlah dengan cara memberikan uang kepada mereka.

F. Infaq orang yang memiliki utang

    Shadaqah termasuk jenis infak yang dianjurkan secara syari’at, ia merupakan perbuatan baik kepada hamba-hamba Allah apabila tiba waktunya. Seseorang diberi ganjaran pahala karenanya, dan setiap orang akan berada di naungan sedekahnya pada hari kiamat. Dia tetap dikabulkan, sama saja apakah atas seseorang yang memiliki tanggungan hutang maupun tidak menanggung hutang, apabila telah sempurna syarat-syarat dikabulkannya amalan, yakni dilakukan dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, berasal dari usaha yang baik dan dilakukan pada tempat yang tepat.

     Dengan dipenuhinya syarat-syarat ini, jadilah dia amal yang terkabul menurut ketetapan dalil syariat, tidak dipersyaratkan keharusan tiadanya hutang atas diri seseorang, akan tetapi apabila hutang itu meliputi seluruh harta miliknya maka perbuatan itu (bersedekah) bukanlah tindakan yang bijaksana, tidak juga masuk akal bahwa dia bersedekah –padahal sedekah hanyalah amalan sunnah bukan wjib- tapi membiarkan (tidak melunasi) hutang yang wajib dia bayar.

       Hendaklah dia memulai dengan amalan wajib terlebih dahulu barulah kemudian bersedekah, para ulama telah berselisih tentang masalah orang yang bersedekah di saat menanggung hutang yang menghabiskan seluruh hartanya, sebagian dari mereka berkata, ‘Sesungguhnya hal itu tidak boleh dia lakukan ; karena berakibat buruk pada orang yang berhutang, serta membuatnya terus memikul tanggungan hutang yang wajib ini.

    Sebagian dari mereka mengatakan, ‘Tindakan itu boleh, tetapi dia menentang hal yang lebih utama’.

      Yang terpenting hendaknya seseorang yang mempunyai hutang yang menghabiskan seluruh harta miliknya, tidak bersedekah sampai terbayarnya hutang ; karena wajib didahulukan daripada sunnah.

     Adapun kewajiban-kewajiban syari’at yang diringankan bagi orang yang menannggung hutang sampai melunasinya :

      Termasuk darinya haji, haji tidak wajib atas seseorang yang masih mempunyai hutang hingga dia melunasinya.

      Adapun zakat, para ulama bersilang pendapat tentang apakah kewajiban itu gugur atas orang yang berhutang ataukah tidak ? Sebagian dari ulama ada yang berkata, ‘Sesungguhnya (kewjiban) zakat gugur pada saat berhadapan dengan hutang, sama saja apakah berupa harta yang konkrit maupun yang tidak konkrit (abstrak)’.

     Sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya zakat tidak gugur kewajibannya pada saat berhadapan dengan hutang, tetapi wajib atasnya mengeluarkan zakat dari semua harta yang ada di tangannya, walaupun dia menangggung hutang yang mengurangi nishab.

      Sebagian dari mereka ada orang yang menjelaskan dengan berkata : “Jika harta itu termasuk harta abstrak yang tidak terlihat dan tidak tersaksikan, seperti uang dan harta perniagaan, maka kewajiban zakatnya gugur pada saat berhadapan dengan hutang, sedangkan jika harta itu termasuk golongan harta konkrit seperti binatang ternak dan hasil bumi maka kewajiban zakatnya tidak gugur”.

    Yang benar menurut saya : Bahwa kewajiban zakat itu tidak gugur, sama saja apakah harta itu termasuk konkrit atau abstrak, bahwa setiap orang yang di tangannya terdapat harta yang mencapai nishab wajib maka wajib atasnya membayarkan zakat itu meski dia masih menanggung hutang, itu karena zakat merupkan kewajiban atas harta berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

     “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensuc kan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [at-Taubah/9 : 103]

     Serta berdasarkan sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu tatkala beliau mengutusnya ke Yaman, “Beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah menetapkan kewajiban zakat atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin dari kalangan mereka”. Hadits tersebut di dalam kitab shahih Bukhari menggunakan lafadz seperti ini, dengan dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah ini menjadikan sisi ini terurai lepas, maka hendaknya jangan dipertentangkan antara zakat dan hutang ; karena hutang merupakan kewajiban pada tanggungan sedangkan zakat merupakan kewajiban pada harta, dengan demikian masing-masing dari keduanya diwajibkan pada tempat di mana yang lain tidak diwajibkan di sana, sehingga tidak mengakibatkan adanya pertentangan dan benturan di antara keduanya, pada waktu itu hutang tetaplah berada di dalam tanggungan si penghutang dan zakat tetap berada pada harta, dikeluarkan darinya pada tiap-tiap kondisi

G. Infak dengan uang Haram

 Mengenai sedekah dengan harta haram, maka bisa ditinjau dari tiga macam harta haram berikut:

  • Harta yang haram secara zatnya. Contoh: khomr, babi, benda najis. Harta seperti ini tidak diterima sedekahnya dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.
  • Harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain. Contoh: HP curian, mobil curian. Sedekah harta semacam ini tidak diterima dan harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.
  • Harta yang haram karena pekerjaannya. Contoh: harta riba, harta dari hasil dagangan barang haram. Sedekah dari harta jenis ketiga ini juga tidak diterima dan wajib membersihkan harta haram semacam itu. Namun apakah pencucian harta seperti ini disebut sedekah? Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Intinya, jika dinamakan sedekah, tetap tidak diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
           لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

        “Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR.                  Muslim no. 224). Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang           lain seperti harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya yang             telah disebutkan, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanyayang         halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan Nya lalu Dia                 membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga                 sampai semisal gu nung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014). Lihat bahasan Syaikh         Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 92-93.

     Adapun bersedekah dengan harta yang berkaitan dengan hak orang lain (barang curian, misalnya), maka Ibnu Rajabmembaginya menjadi dua macam,

  • Jika bersedekah atas nama pencuri, sedekah tersebut tidaklah diterima, bahkan ia berdosa karena telah memanfaatkannya. Pemilik sebenarnya pun tidak mendapatkan pahala karena tidak ada niatan dari dirinya. Demikian pendapat mayoritas ulama.
  • Jika bersedekah dengan harta haram tersebut atas nama pemilik sebenarnya ketika ia tidak mampu mengembalikan pada pemiliknya atau pun ahli warisnya, maka ketika itu dibolehkan oleh kebanyakan ulama di antaranya Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 264-268.
H. Hal Hal yang mebatalkan Infaq

     Sayyid Quthb dalam dzilal: infak bukan memberi tapi menerima, bukan berkurang tapi bertambah. Infak seharusnya bisa mengangkat derajat manusia dan tidak mengotorinya, infak yang tidak menodai kehornmatan dan tidak mengotori perasaan. Infak yang terjadi dan bersumber dari hati yang rela dan suci. Infak yang hanya bertujuan mencari keridhaan Allah semata-mata.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir (QS 2:264).

a. AL MANN (MEMBANGKIT-BANGKITKAN).

       M. Quraish Shihab menyatakan bahwa mannan terambil dari kata minnah yang artinya nikmat. Maksudnya adalah menyebut-nyebut nikmat kepada yang diberi serta membanggakannya. Kata ini pada mulanya berti memotong atau mengurangi. Dalam konteks ayat ini, menyebut-nyebut opemberian dinamai demikian karena ganjarannya menjadi terpotong atau berkurang.

       Adapun menurut Tafsir Ibnu ‘Abbas “Manni” = “al ‘ujub” yg dalam bahasanya merasa puas atau bangga dg apa yg di berikan.

    Yg lebih sepisifik adalah yg jelaskan oleh Imam Abu Muhammad Al Husaini bin Mas’ud Al Baghowi dalam tafsirnya “Al Baghowy” Juz 2 hal 44:

وهو أن يمن عليه بعطائه فيقول أعطيتك كذا، ويعد نعمه عليه فيكدرها

     Al Mannu adalah mengharapkan kembali dg pemberiannya, maka Orang tersebut berkata: Aku telah memberikanmu seperti ini, dan dia menghitung2 atas pemberian itu maka dia sama saja mengeruhkan pahalanya.

b. AL AdZA (MENYAKITI)

     Al Adza secara harfiyah artinya gangguan, itu berarti menyebut nikmat yang diberikan kepada orang yang diberi merupakan sesustu yang sangat menganggu karena sangat menyakiti perasaan orang yang mnerimannya.

أي: لا يفعلون مع من أحسنوا إليه مكروها يحبطون به ما سلف من الإحسان

       Maksudnya janganlah berbuat dg di sertai rasa keterpaksaan atau perasaan yg tidak mengenakkan kepada Orang yg di beri kebaikan tersebut yg mana perbuatan tersebut dapat menyia2kan pahala kebaikannya yg telah lalu. (Tafsir Ibnu Katsir)

c. RIYA (MENCARI PUJIAN)

     Sudah sangat Maklum apa dan Bagaimana yg di maksud Riya di atas, dan tidak perlu lagi meragukan kerugiannya amalan yg di sertai Riya.

I. Bentuk – bentuk Infaq

     Melalau tulisan ini kita akan membahas jalan-jalan shadakah dan infaq agar infaq yang kita salurkan lebih bermanfaat terhadap islam dan ummatnya. Infaq di jalan Allah memiliki bentuk yang bermacam-macam. Kitab Allah dan Rasulullah telah memberitahukannya kepada kita. Di antara bentuk-bentuk tersebut adalah sebagai berikut:

a. Berinfaq untuk kepentingan jihad.

      Jihad adalah pintu yang sangat lebar untuk berinfaq. Baik itu dari zakatmal yang wajib maupun sedekah sukarela. Bahkan, makna yang langsung masuk ke dalam pikiran ketika mendengar kata infaq fi sabilillah adalah infaq untuk jihad dan mujahidin. Dan, bagian sabilillah yang berhaq menerima zakat dalam ayat zakat pada umumnya adalah jihad.

    Mencurahkan harta untuk menyiapkan pasukan dan mujahidin dihitung jihad serta orang yang melakukannya dihitung sebagai seorang mujahid dan seorang prajurit perang. Ia mendapatkan pahala sama dengan para mujahidin yang berperang di medan jihad. Dalam hadits shahih,

   “Siapa yang menyiapkan pasukan perang di jalan Allah, maka ia telah ikut berperang.” (HR. Muslim)

    Menginfaqkan harta pada keluarga mujahidin untuk memenuhi kebutuhan mereka berupa makanan, minuman, pakaian dan lain sebagainya adalah jihad. Rasulullah bersabda : “Dan siapa yang menanggung keluarga orang yang sedang berjihad, maka ia telah ikut berjihad.” (HR. Muslim)

b. Berinfaq untuk kelurga, yaitu istri dan juga anak-anak.

      Islam memerintahkan seorang bapak untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Bahkan dianggap dosa jika ia menelantarkan keluarga dengan tidak memberikan mereka nafkah atau pelit terhadap mereka. Bahkan sampai-sampai islam menjadikan rizki yang dimasukkan ke dalam mulut seorang istri menjadi sedekah, sebagaimana dalam hadis ;

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ

    Sesungguhnya, tidaklah engkau mengeluarkan nafkah dengan mengharap wajah Allah kecuali engkau diganjari pahala atasnya hingga sesuatu yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu. [HR Al-Bukhari]

     Dan jika suami pelit, istripun boleh mengmbil uang suami sekedarnya untuk memenuhi kebutuhan diri dan anak-anaknya. Sebagaimana Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadistnya;

    Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Hindun binti Utbah mengadukan perihal suaminya (Abu Sufyan) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seseorang yang pelit. Dia tidak memberikan harta yang cukup untuk kebutuhanku dan anak-anakku, kecuali jika aku mengambilnya tanpa sepengetahuannya.”

    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Ambillah hartanya, yang cukup untuk memenuhi kebutuhanmu dan anak-anakmu, sewajarnya.”

     Walau demikian tidak diperbolehkan seseorang untuk memanjakan keluarga dan membelikan seluruh yang diinginkan mereka sehingga menjadikan seseorang pelit untuk berinfaq demi tegaknya islam di bumi.

c. Infaq untuk kepentingan umum.

      Diantara bentuk infaq yang diterima adalah berinfaq untuk kepentingan umum seperti infaq pada yayasan-yayasan umum yang bermanfaat. Khususnya yayasan sosial seperti masjid, madrasah, rumah yatim, rumah sakit, dan rumah penampungan umum yang menjadi tempat berlindung para pengungsi dari serangan musuh.

     Maka, boleh mengalokasikan sebagian dari bagian (fi sabilillah) untuk yayasan-yayasan ummat. Sebagaimana disunnahkan menginfaqkan harta pada proyek-proyek umum yang memenuhi keperluan hajat manusia seperti menggali sumur untuk minum manusia dan mengalirkan sumur dan mata air.

    Diantara contohnya adalah yang di lakukan oleh Utsman bin Affan di sumur Raumah.Imam al Baghawi telah meriwayatkan dari jalan Basyir bin Basyir al Aslami dari ayahnya bahwa ketika para muhajirin sampai madinah mereka kesusahan mendapatkan air. Ada seorang lelaki dari Ghiffaryang memiliki sumur yang di sebut Raumah. Ia menjual satu timba dengan satu mud. Rasulullah bersabda,”Apakah kau mau menjualnya kepadaku dengan sumur di surga?” ia menjawab, “Wahai Rasulullah, aku dan keluargaku tidak memiliki selain ini.” Hal itu sampai pada telinga Utsman. Dia lalu membelinya dengan tiga puluh lima ribu dirham. Ia lalu mendatangi Nabi Salallahu’alaihi wasallam, dan berkata,”Apakah kau menjadikan untukku pada sumur ini seperti apa yang kau lakukan padanya?”. Nabi menjawab , ”Ya.” Utsman lalu berkata, “Aku jadikan ia untuk kaum muslimin.”

d. Berbuat baik pada keluarga dekat dan membantu mereka dengan member infaq kepada mereka.

    Hal itu termasuk bentuk infaq dalam kebaikan. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam pernah ditanya tentang shodaqoh kepada kerabat dekat( yang bertanya adalah seorang istri tentang shodaqoh kepada suaminya yang kurang mampu) menjawab : baginya dua macam pahala, pahala shodaqoh dan pahala menyambung silaturrahim. HR.Muttafaq alaih

     Demikian juga berinfaq pada tetangga serta memberi hadiah kepada mereka. Memang terkadang mereka tidak memerlukan, tetapi silaturahmi dan berinfaq kepada mereka adalah termasuk jenis kebaikan yang biasa melunakkan hati. Demikian juga berbuat baik kepada tetangga dan memberi hadiah kepada mereka. Karena islam berwasiat agar berbuat ikhsan kepada tetangga. Rasulullah bersabda :

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

      “Tidak henti-hentinya Jibril berwasiat kepadaku dengan tetangga sampai aku menyangka bahwa ia akan mewarisi.” (HR. Muslim)

e. Memuliakan tamu dengan memberi makan mereka dan berinfaq kepada mereka adalah kewajiban.

Seorang muslim akan mendapatkan pahala jika menjalankan kewajiban ini. Rasulullah bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

     “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir , maka muliakanlah tamunya.” [ HR. Bukhori ]


f. Bersedekah kepada orang yang membutuhkan, fakir miskin, ibnu sabil, membayar hutang orang fakir yang tak sanggup dibayar.

      Orang yang berinfaq untuk itu akan mendapat pahala. Baik itu dengan mengucurkan zakat mal atau zakat fitrah atau dengan sedekah secara sukarela.

g. Infaq kepada penuntut ilmu, khususnya ilmu-ilmu syari'ah.

    Juga infaq kepada para dai yang menyebarkan dakwah islamiah. Atau, infaq dengan cara membelikan kitab-kitab islamiah dalam pelbagai cabang disiplin ilmu dan melengkapi perpustakaan umum dengan kitab-kitab itu agar dapat dimanfaatkan untuk riset dan pengajaran.

     Demikian pemaparan tentang jalan-jalan shadaqah. Sebagai penutup, marilah kita renungkan hadsit Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berikut;


لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

      “Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

      Jadi, harta yang kita keluarkan akan ditanyakan besuk pada hari kiamat. Apakah di keluarkan pada jalan yang benar ataukah pada jalan kemaksiatan dan kemungkaran. Dan orang yang terbiasa menegeluarkan harta pada jalan yang salah akan berat rasanya mengeluarkan pada jalan yang haq. Kita memohon pada Allah Ta’ala untuk menghalalkan harta kita, dan membimbing kita agar rajin berinfaq pada jalan yang diperintahkan.

J. Hikmah Infaq

     Secara umum tujuan zakat, infaq, dan shadaqah adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan mengangkat martabat manusia dari kemiskinan, sehingga di dalamnya mengandung banyak hikmah, baik bagi orang yang mengeluarkan maupun bagi orang yang menerimanya. Adapun hikmahnya adalah sebagai berikut.

a. Hikmah bagi orang yang mengeluarkan:

  1. Sebagai ungkapan rasa syukur seseorang kepada Allah SWT. atas segala limpahan nikmat dan rahmat yang diberikan kepadanya.
  2. Dapat membersihkan diri dan harta, menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para pendosa dan pencuri.
  3. Memberikan motivasi untuk bekerja keras agar dapat sederajat dengan orang lain.
  4. Akan memperoleh pahala yang besar.
  5. Menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil.
b. Hikmah bagi orang yang menerimanya:

  1. Dapat merasakan dan menikmati harta yang dimiliki oleh orang kaya.
  2. Menghilangkan perasaan hasud, iri, dan dengki.
  3. Dapat meringankan beban yang harus ditanggungnya.
  4. Dapat tertolong kesulitan dan kesusahannya.
c. Hikmah bagi masyarakat:

  1. Dapat menolong orang yang lemah dan susah.
  2. Jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin makin diperkacil.
  3. Mendidik masyarakat untuk berjiwa dan memiliki kepedulian sosial.




BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

     Infaq berart mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan / penghasilan unt k suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.

      Sedangkan hikmah-hikmah yang dapat diambil itu banyak sekali, baik dari pihak pemberi maupun dari pihak penerima.

B. Penutup

        Demikian makalah yang dapat kami sajikan, penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bisa menjadikan manfaat bagi kita semua.




DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Rahasia Puasa dan Zakat al-Ghazali,Karisma, Bandung, cet.VIII, 1997, hal.95

Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Dr.Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, tahun 1429 H

DR. Wahbah Al- Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hal.83

DR. Wahbah Al-Zuhayly, ibid., hal.84

Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kedelapan, tahun 1419 H.

Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2002, hlm. 172

Prof. DR. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2000, hal. 212

Prof. DR. Zakiah Daradjat, ibid.,hal. 233

Prof. DR. Zakiah Daradjat, op.cit., hal. 217

Prof. DR. Zakiah Daradjat, op.cit., hal. 223

Prof. Dr. Zakiah Daradjat,dkk., Ilmu Fiqh jilid 1, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hal. 213

Shifat Hajjatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifi, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, 1433 H.

Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Al Mukhtashor, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan kedua, tahun 1433 H

Zallum, Abdul Qadim, Al Amwal fi Daulati, 1983, hal. 147

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH LENGKAP KERAJAAN PASER SADURANGAS

SEJARAH KERAJAAN PASER SADURANGAS

Asal Usul Kerajaan Pasir (Sadurangas)